Senin, 16 Januari 2012

Keindahan dalam Sebuah Kematian

Saya (entah mengapa) selalu benci dengan kematian, dalam bentuk apa pun. Namun, hari ini saya membaca sebuah postingan di Facebook milik kawan saya. Begini bunyinya... 

Seindah kupu2 yg kluar dr kepompong jelek stlh m'alami sakit berhari2, itulah cara Tuhan mengasihi anak kami Jos#$%. Kami minta kesembuhan, namun Dia bukan sekadar mberikan kesembuhan, tapi jg kelepasan abadi dr penderitaannya d dunia ini. 
Puji Tuhan, Tuhan Yesus baik!
Dalam kalimat pendek itu saya bisa menemukan keindahan dalam sebuah kematian. Kematian rasanya sama indah dan berkesannya dengan kelahiran bahkan kehidupan itu sendiri. 
Kupu-kupu, begitu kawan saya ini menggambarkan putranya yang baru sama berpulang. Kupu-kupu sakit itu sudah terbebas dari "kandang" kepompong yang membelitnya selama ini. Bagi kawan saya ini, terbebas dari kandang menyiksa itu lebih baik daripada yang walaupun sakit tetaplah kehidupan yang.
Tak hanya itu, kawan saya ini telah diberi hikmat luar biasa dari Tuhan sehingga ia bisa menyadari bahwa ada rencana Allah yang demikian luar biasa dalam dan agung untuk bisa dimengerti bahkan diselami manusia. Ketabahan yang kawan saya tunjukkan tampak lebih besar daripada kematian itu sendiri. 
Sejak dulu, saya sering merasa bahwa tidak ada ratapan yang lebih menyayat hari ketimbang ratap tangis seorang ibu di pusara anaknya. Hingga saat ini saya sering berpikir bahwa saya tidak ingin mendahului mama, bukan hanya karena saya mencintai sebuah kehidupan, tapi juga karena saya tidak ingin memberikan kesedihan yang demikian besar pada mama. Saya tidak bisa membayangkan dia harus bersimpuh bahkan tersungkur di depan nisan bertuliskan nama anaknya. Tidak, tidak.
Menyadari hal itu saya kembali angkat topi, salut atas "prestasi" yang ditunjukkan kawan saya ini. Dalam usia yang terbilang muda ia berani mempertaruhkan hidupnya di meja operasi untuk seorang anak yang hanya bisa dielus dan dibelainya beberapa hari. Tapi saya percaya (bila dilihat dari kata-katanya) ia tidak menyesal, bahwa ia pernah berjudi dengan nasib untuk anaknya itu, bahkan mungkin saja ia menyesal kenapa ia tidak mempertaruhkan lebih banyak ketika itu.
Satu lagi hal yang luar biasa dari kawan saya ini. Ia menyadari kesembuhan sesungguhnya bukanlah sembuh dari sakit penyakit secara fisik. Lebih dari pada itu, kesembuhan adalah terbebas dari penderitaan dalam arti sebenarnya. Kesembuhan sebenarnya bagi dia adalah kelepasan abadi dari penderitaan di dunia. Satu poin penti kembali ia sadari bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Seperti Paulus yang menyebutkan dalam suratnya. kepada jemaat di Filipi ”Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”. Nyatalah, kutipan ayat ini bagi kehidupan kawan saya ini. Ia telah menyadari bahwa kematian adalah keuntungan. Hal yang bagi banyak ibu yang kehilangan anaknya mungkin akan sangat sulit disadari. 

Bagi saya, kalimat terakhir ini yang menjadi klimaks segalanya. Kesadaran penuh bahwa Tuhan itu baik, apa pun kondisinya. Saya percaya kalimat terakhir itu adalah pergumulan panjang banyak orang yang terus direnungi hari demi hari. Saya sendiri tidak yakin dapat mencapai kedewasaan iman sedemikian rupa ketika saya menghadapi sebuah hal buruk nanti. 

Akhir kata, dari hati terdalam saya menyampaikan rasa berduka saya sedalam-dalamnya. Kematian memang tidak pernah menyenangkan, tapi bukan berarti tidak ada keindahan bahkan keagungan Tuhan yang dapat kita lihat. Kawan saya yang baik hatinya, Tuhan begitu mengasihimu, terlebih anakmu. Jos#$% tenanglah di surga sana.