Selasa, 18 September 2012

Jelang Oktober, Waktunya Kebangkitan Bahasa Indonesia

-->
Bulan Oktober seakan menjadi bulan spesial bagi bangsa Indonesia. Mungkin tidak banyak yang tahu kalau bulan Oktober adalah hari di mana bangsa Indonesia secara de jure mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Tentunya kita tidak lupa dengan sepotong kalimat ini, “Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia”. Kalimat itu merupakan sepenggal dari tiga poin yang terdapat dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Singkat, namun merupakan suatu tonggak baru, bahwa bangsa Indonesia sudah mempunya “tali” yang menyatukan ratusan suku bangsa dengan ratusan bahasa itu: bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu varian bahasa Melayu dan telah digunakan di Nusantara sejak berabad-abad yang lalu. Dalam bukunya, Collins (2005:8) menulis bahwa teks tertua dalam bahasa Melayu selesai ditulis di atas sebuah batu di Sumatera bertanggal 682. Hal ini juga menunjukkan bahwa bahasa Melayu telah digunakan di Nusantara jauh sebelum masa itu.
Ramainya pedagang asing yang datang dari China, Portugis, Spayol, Belanda, Inggris, dan lain-lain, memaksa mereka harus mencari bahasa pengantar untuk bisa berkomunikasi satu sama lain. Karena itu, mereka menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang mereka gunakan ini merupakan cabang bahasa lisan yang dengan sendirinya terus berubah dan berkembang berdasarkan perubahan-perubahan historisnya. Bahasa Melayu lisan inilah yang kemudian dikenal sebagai bahasa Melayu Pasar atau bahasa Melayu Rendah. Adapun bahasa Melayu tulis hanya dikenal di lingkungan pengguna bahasa Melayu itu sendiri, dan lazim disebut sebagai bahasa Melayu Riau atau bahasa Melayu Tinggi (Sumardjo, 2004:253).
Untuk melihat perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, diperlukan periodisasi perkembangan bahasa Melayu. Kridalaksana menggunakan pendekatan sejarah, yaitu bukti-bukti tertulis untuk membagi perkembangan bahasa Melayu ke dalam beberapa periode. Kridalaksana (1991:5) membagi periodisasi sejarah bahasa Melayu atas: 1) bahasa Melayu Kuna yang meliputi kurun abad ke-7 sampai abad ke-14; 2) bahasa Melayu Tengahan yang mencakup bahasa Melayu Klasik dalam kurun waktu abad ke-14 sampai abad ke-18; 3) bahasa Melayu Peralihan yang mencakup kurun abad ke-19; 4) bahasa Melayu Baru yang dipergunakan sejak awal abad ke-20.
Meluasnya pengaruh dan penggunaan bahasa Melayu di Nusantara pada akhirnya mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemuda-pemudi Indonesia secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Tak hanya itu, bahasa Indonesia juga dijadikan bahasa persatuan yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 oktober 1928 yang mengiikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yang semuanya dengan nama Indonesia. Isi Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut:
  1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
  2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
  3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Demikian, bahasa Indonesia tidak hanya digunakan sebagai bahasa persatuan, tapi juga sebagai bahasa resmi, bahasa pemerintahan, dan bahasa pengantar pendidikan. Tak hanya itu, bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa pergaulan, di mana bahasa Indonesia bersifat terbuka. Artinya, bahasa Indonesia bisa dan sanggup menerima pengaruh dari bahasa lain, antara lain Arab, Belanda, Portugis, Inggris, bahkan Yunani. Contohnya: musyawarah dan doa (Arab); internet dan telepon (Inggris), kulkas (Belanda), Minggu (Portugis).
Namun sayang, penghargaan akan bahasa Indonesia kini semakin pudar. Masyarakat Indonesia—khususnya generasi muda—mulai mengagungkan bahasa asing. Tak hanya itu, dengan banyaknya sekolah berlabel "internasional", bahasa Indonesia kini bukanlah bahasa pengantar pendidikan lagi. Bahasa Inggris kini menjadi raja dengan iming-iming bahasa pergaulan global bagi para pelajar. Menguasai bahasa asing memang baik, tapi alangkah baiknya bila bahasa Indonesia tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri sehingga penghargaan atas bahasa Indonesia tetap terjaga. Salam bahasa!