Senin, 06 Juni 2011

Akhir Mei: Ketika Barcelona Memukau Dunia

Suatu pagi, sehari setelah Barcelona menaklukan Manchester United di final Liga Champion 2011, saya membaca sebuah headline surat kabar ”Barcelona Memukau Dunia”. Saya tergelitik untuk meninjau seberapa baik tim juara Eropa 2011 ini memukau dunia. Barcelona, seperti yang kita tahu, bukanlah tim yang baru dua tiga tahun tampil sebagai tim papan atas dunia.
Menurut goal.com, Barcelona berdiri tahun 1899. Joan Gamper bersama sebelas orang lainnya kemudian membentuk klub sepakbola di Barcelona. Warna merah dan biru konon dipilih karena Gamper terinspirasi warna serupa yang digunakan klub Swiss, FC Basel. Klub itupun lantas menjelma sebagai salah satu klub terdepan di Spanyol.
Gamper kemudian bertindak sebagai presiden dan  Barcelona pun berkembang. Gelar pertama diraih pada 1902 di ajang Copa Macaya. Namun, setelah menjuarai Campeonato de Cataluña 1905, Barcelona kesulitan meraih gelar. Hingga 1925, Gamper menjadi presiden klub dalam lima periode berbeda. Salah satu pencapaian pada masa kepemimpinan Gamper adalah kemampuan Barça memiliki stadion sendiri. Pada 1922, Barcelona menempati Las Cortes, yang berkapasitas 22 ribu penonton. Kelak, stadion tersebut berkembang lagi menjadi berkapasitas 60 ribu penonton. Stadion yang digunakan saat ini, Camp Nou, mulai digunakan pada 1957 dan merupakan yang terbesar di Eropa karena sanggup menampung 98.772 penonton.
Periode kejayaan Barça terjadi pada tahun 1950-an dan awal 1990-an. Bersama pelatih Fernando Daucik dan Ladislao Kubala, Barcelona sukses menyabet lima gelar berbeda. Sejak 1955, Barcelona memegang rekor impresif karena menjadi satu-satunya klub yang selalu tampil di kejuaraan antarklub Eropa. Sedangkan, Pada awal 1990-an, dominasi Barça ditandai dengan era kepelatihan Johan Cruyff, eks-pemain. Cruyff sukses membawa Barça menjuarai gelar Liga Champions pertama pada 1992 dengan menaklukkan Sampdoria, 1-0. Berkat kemenangan itu, Barcelona menjadi salah satu tim yang pernah menjuarai tiga ajang kompetisi antarklub Eropa, setelah sebelumnya pernah menyabet Piala Winners dan Piala UEFA.
Dunia berputar, sejarah pun terus tertulis ketika anak didik Cruyff, Josep  Guardiola, memulai kembali era emas Barcelona. Musim ini Pep, panggilan Josep, bersama Barcelona meraih trofi Liga Champion ke-4, atau yang ke-2 sepanjang Pep melatih Barcelona. Gelar ini menggenapi 10 gelar yang dipersembahakan Pep Guardiola kepada Barca dalam 3 tahun terakhir. Sebuah pencapaian luar biasa bagi seorang pelatih muda.
Kunci keberhasilan Barcelona memukau dunia tiga atau empat tahun ini bukan hanya terletak di pelatih jenius, Pep Guardiola, tapi juga di sederet pemain brilian yang diramu dengan komposisi yang tepat. Setidaknya ada tiga pemain yang dapat mewakili sederetan pemain hebat yang dimiliki Barca.

Ia adalah pahlawan di balik layar yang dimiliki Barcelona. Publik lebih senang menyebut penampilan memukau Lionel Messi, aksi gemilang eks-striker Thierry Henry, ataupun gol-gol mantan penyerang Samuel Eto'o dua musim lalu. Tapi, sebelum bola menghampiri kaki mereka, serangan tim diawali umpan matang Xavi. Peran Pemain Terbaik Euro'08 ini tak boleh dilepaskan dari sukses Barcelona meraih enam gelar semusim pada tahun 2008/2009. Tampil konsisten dan jauh dari cedera, Xavi siap meraih status salah satu legenda klub musim ini.

Takkan ada yang heran jika Messi telah dinobatkan sebagai pemain terbaik sejagad akhir tahun lalu. Bagaimana tidak? Musim yang dilakoninya merupakan salah satu penampilan terbaik penyerang asal Argentina ini. Selain membawa Barcelona meraih enam gelar semusim, secara pribadi, Messi memborong 38 gol dari semua ajang. Rekor tersebut merupakan salah satu yang tertinggi pernah dicetak seorang pemain Barcelona dalam satu musim. Belum lagi lusinan assist yang ia berikan pada rekan timnya. Pada laga Final Liga Champion tahun ini, Messi juga memborong dua gol hingga mengatasi MU, 3-1.
Salah bila meragukan kehandalan pemain haus gol satu ini. Ia adalah salah satu aset penting yang dimiliki Spanyol. Bukti sahih adalah kala dirinya berhasil melambungkan negaranya Spanyol di puncak kejayaan Piala Dunia 2010 Afrika Selatan sekaligus mengukuhkan diri sebagai top skor tim. Bersama klub anyarnya ini, Villa diyakini akan semakin melejit terlebih banyaknya pemain-pemain penyuplai bola-bola manja di dalam skuad Blaugrana.

Satu hal lagi yang membuat dunia terpukau adalah kepiawaian Akademi Sepak Bola Barcelona mencetak dan membina pada pemain muda. Separuh lebih pemain hebat Barcelona adalah hasil didikan akademi Barcelona sendiri, sebut saja Lionel Messi, Andres Iniesta, Xavi Hernandes, bahkan pelatih mereka, Pep Guardiola. Mungkin bagi kita Lionel Messi masih sangat muda, 24 tahun. Akan tetapi, mungkin sekali di kubu Barcelona yang kaya bibit muda, Messi sudah terhitung tua karena puluhan bibit muda berbakat sudah siap tampil sebagai pelapis. Boleh jadi Indonesia dapat mencontoh pembinaan yang dilakukan Barcelona yang berbuahkan prestasi. Pada dasarnya tidak ada yang instan di dunia ini jika ingin mendapat prestasi. Pembinaan usia muda, fasilitas yang baik, ditunjuang kompetisi yang baik dan sehat adalah syarat mutlak untuk mecapai prestasi maksimal. Barcelona, teruslah memukau dunia!

***

Kerancuan Penggunaan Di dan Pada

Suatu hari saya saya membaca sebuah artikel media massa besar di Indonesia, lebih tepatnya begini secuplik kalimatnya: “Tahun 2008 dia diterima pada jurusan Seni Grafis ISI Yogyakarta setelah dua kali mengikuti tes.”
Ada sebuah kata yang rasanya menganggu pada dua baris kalimat di atas. Saat itu, saya berpikir penggunaan pada dalam kalimat di atas tidaklah tepat. Preposisi di rasanya lebih tepat untuk menggantikan tempat pada.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga, pada adalah ‘kata depan yang digunakan untuk menunjukkan posisi di atas, atau di dalam hubungannya dengan, searti dengan di (dipakai di depan kata benda, kata ganti orang, keterangan waktu)’. Pada penjelasan tersebut, juga diberikan contoh –dasarnya, ada –nya, --keesokan harinya. Adapun, di menurut KBBI berarti ‘kata depan untuk menandai tempat, kata depan untuk menandai waktu’. Contoh yang diberikan adalah bapak saya bekerja di kantor, semalam ia tidur di rumah temannya,
Berdasarkan pengertian di atas, setidaknya secara garis besar kita dapat simpulkan pada cenderung digunakan untuk menunjukkan posisi atau tempat yang sifatnya lebih abstrak. Hal ini berbeda dengan di yang cenderung digunakan untuk menunjukkan posisi atau tempat yang sifatnya lebih nyata dan konkret. Misalnya, pada abad 20 (bukan di abad 20), pada saatnya nanti (bukan di saatnya nanti), di sekolah (bukan pada sekolah). Kalau hal tersebut diterapkan, benarkah kalimat ‘Buanglah sampah pada tempatnya’? tentu saja tidak. Yang benar adalah ‘Buanglah sampah di tempatnya’.
Jadi, dalam kalimat di artikel tersebut mana yang tepat? Saya kira “Tahun 2008 dia diterima di jurusan Seni Grafis ISI Yogyakarta setelah dua kali mengikuti tes.” Lebih tepat.  :D