Kamis, 24 Mei 2012

"The Hunger Games", Ikon Baru Remaja


Lupakan kisah petualangan Harry Potter, Ron Weasley, dan Hermione Granger; lupakan pula kisah pasangan romantis Bella Swan dan Edward Cullen. Sekarang pentas Hollywood menawarkan sesuatu yang baru dan seru: The Hunger Games. Trilogi mengenai para remaja muda pemberani ini ditulis secara apik dan cantik oleh Suzanne Collins.
Katniss Everdeen, seorang remaja yang tinggal di sebuah dunia pasca-apokaliptik di negara Panem, di mana negara-negara Amerika Utara pernah ada. Negara ini memiliki 12 distrik, dengan Capitol sebagai pusat pemerintahannya yang sangat metropolis. Hunger Games adalah acara tahunan di mana satu anak laki-laki dan seorang gadis berusia 12 sampai 18 dari 12 kabupaten dipilih dengan undian untuk bersaing dalam pertempuran yang ditayangkan langsung di televisi. Mereka harus saling membunuh hingga hanya satu orang yang tersisa: sang pemenang. Peraturan permainan ini sederhana: yang menang akan mendapat kehidupan sekaligus kemudahan, kemewahan, sementara yang kalah—tentu saja—mendapatkan kematian.
Katniss Everdeen begitu heroik ketika rela menggantikan tempat adiknya yang namanya disebutkan dalam undian untuk bertarung dalam permainan Hunger Games. Di sisi lain, ketidakberuntungan menimpa Peeta Mellark. Putra seorang pembuat roti ini terpilih sebagai perserta laki-laki dari Distrik 12. Namun diam-diam, Peeta menyimpan rasa cinta pada Katniss sejak lama. Ke-24 peserta ini dikumpulkan di kota dan dilatih dan dipersiapkan dengan matang untuk bertarung. Dalam hal mengatur strategi, tak hanya kelihaian berperang yang diandalkan, tapi juga tampilan fisik serta pencitraan. Dalam hal ini, Katniss dan Peeta dibantu Haymitch, Cinna serta timnya. Selama masa itu, tak lupa kehidupan mereka disorot dan diamati sebagai objek tontonan yang menghibur.Mereka menikmatinya? Tentu saja tidak.
The Hunger Games tidak hanya menawarkan pertarungan dan persaingan sengit para peserta, tapi juga kisah cinta segitiga ala remaja antara Peeta, Katniss, dan Gale. Pada akhirnya Katniss harus memilih di antara keduanya. Nilai-nilai kejujuran, pengorbanan, keberanian juga sangat lekat di kisah ini—sesuatu yang menambah nilai Hunger Games.
Suzanne Collins juga memperlihatkan dengan jelas bagaimana tren reality show yang sedang melanda AS. Suzanne Collins mungkin juga sedikit menyindir bahwa tidak semua reality show lucu dan indah seperti yang tampak di muka. Dalam The Hunger Games ditampilkan sisi gelap dari reality show yang bukan hanya berbahaya, tapi juga mematikan. Kita patut menunggu seperti apa kelanjutan petualangan Katniss dan Peeta di buku selanjutnya. Tentunya sebagai pembaca kita menunggu sesuatu yang lebih menarik yang di luar apa yang kita bayangkan.
Buku ini bisa memberikan gambaran bagaimana para remaja dari distrik miskin tak diperlakukan layaknya manusia. Mereka dipilih secara acak, dibawa ke kota, dilayani, difasilitasi, diangkat dan dipuja, tapi kemudian mereka disuruh saling menghabisi bak binatang. Mereka tak punya pilihan, kecuali membunuh. Tak hanya itu, kematian seorang anak remaja bak sesuatu yang membahagiakan yang layak dapat tepuk tangan, sorakan bahagia penonton. Ironis.
The Hunger Games menerima sejumlah penghargaan dan gelar kehormatan, salah satunya dari Penerbit Weekly untuk kategori Best Books of the Year (2008) dan Notable Children's Book of 2008 dari The New York Times. Tak hanya itu, karya ini juga mendapatkan Golden Duck Award (2009) untuk kategori buku fiksi dewasa-muda, serta meraih Cybil Winner (2008) untuk kategori fantasi dan science fiction. Pada 2011, The Hunger Games meraih penghargaan the California Young Reader Medal. Pada edisi majalah Scholastic's Parent and Child (2012), The Hunger Games tercatat sebagai buku terbaik ke-33 untuk anak-anak, dengan penghargaan untuk kategori Most Exciting Ending. Novel ini telah diadaptasi ke versi layar lebar dengan judul yang sama dan menduduki box office di AS. (*)


Selasa, 08 Mei 2012

LeineRoebana, Energi Kreativitas Tanpa Batas


LeineRoebana adalah lembaga tari modern yang berpusat di Amsterdam, Belanda. Lembaga ini merupakan kolaborasi dari dua koreografer dari dua negara berbeda: Andrea Leine dari Belanda dan Hariono Roebana dari Indonesia. LeineRoebana sebelumnya telah dikenal di dunia tari di Belanda sejak 1990. Mereka mengembangkan tarian unik yang bernuansa idiosyncratic, berdasarkan pendekatan baru yang mengusung unsur simetris, ritme, dan komposisi. Relasi antara tarian dan musik adalah unsur utama dalam karya mereka. Arah musik mereka adalah dari renaissance menuju karya kontemporer. Hal tersebut menunjukkan kesungguhan mereka dalam mencari keaslian. Mereka selalu mencari seni ekspresi yang baru serta menantang persepsi. Dalam setiap karya, mereka bekerja sama dengan para musikus atau komposer terkenal untuk menciptakan karya yang merupakan perpaduan indah yang nyata antara musik dan gerakan.
Perpaduan unik antara dua seniman tari ini terlihat dalam karya mereka yang berjudul "Ghost Track Indonesia Tour". Dalam pagelaran kali ini mereka seakan mencari inspirasi dalam lantunan gamelan sambil mengeksplorasi gerak dalam iringan alat musik khas Jawa itu. Hasilnya luar biasa; perpaduan modern antara musik serta tari dari Indonesia dan Belanda. Perkawinan musik dan tari dari Indonesia dan Belanda dapat tersaji ketika Anda menikmati pertunjukan tari bertaraf internasional ini. Tradisi dan budaya kontemporer menyatu dalam gerak serta lantunan gamelan di atas panggung.
Komposisi penari dalam "Ghost Track" terbagi dalam dua pihak yang berasal dari Indonesia dan Belanda. Mereka antara lain Uri Eugenio, Reut Gez-Wang, Agus Mbendhol, Tim Persent, Sandhi Richard, Swantje Scäuble, Boby Ari Setiawan, dan Heather Ware. Para penari telah dipertemukan sejak 2009 dan setelah itu mereka tampil bersama baik dalam latihan maupun pertunjukan.
Sebenarnya, "Ghost Track" untuk pertama kalinya tampil di hadapan publik di Chassé Theatre of Breda, Belanda, 18 November 2011. Penampilan perdana ini merupakan tur pertama "Ghost Track" di Belanda yang berakhir pada 23 Desember 2011. Tur pertama "Ghost Track" ini disambut dan dikenal baik baik oleh media maupun publik. Tak hanya Jakarta, "Ghost Track" juga akan tampil di lima kota di Jawa dan Sumatera sebelum akhirnya akan menutup tur Indonesia di Erasmus Huis, Jakarta, 1 Maret 2012.
Karya LeineRoebana telah mendapat berbagai penghargaan bergengsi, antara lain penghargaan Cagliari (Itali), Bagnolet (Prancis), Lucas Hoving, Philiph Moris Art ( Belanda). Karya mereka telah dipentaskan di Belanda dan berbagai tempat di Eropa, Indonesia, Tanzania, Kanada, Brasil, serta AS.
Mengenai ide-ide yang inovatif, mereka menjawab, "Kami telah melakukan prakonsep dan ide-ide tentang dunialah yang akan menentukan persepsi kita pada sesuatu. Kami tidak punya akses ke dunia tanpa melalui sebuah perantara, begitu juga kami tidak akan punya akses ke dunia yang tanpa perantara. Kami terinspirasi oleh ide-ide pemula dari ilmu pengetahuan, dari masa lalu atau dari budaya lain untuk mengeksplorasi batasan ide dari sebuah tarian demi meningkatkan kualitas ekspresifnya. Energi dan keterampilan penari diperoleh dari bentuk dan struktur yang melebihi batas cakrawala pemahaman.”
Tak ayal, LeineRoebana membuktikan bahwa perbedaan negara dan batas budaya tak bisa membendung kreativitas mereka. Inovasi dan kekayaan mengekspresikan diri sejatinya hanya bisa dicapai melalu rasa saling mengerti dan memahami. Seberbeda apa pun, mereka dapat menyatu dalam seni. Andrea Leine dan Hariono Roebana membuktikannya. (*)