Namun disayangkan, ratusan bahkan ribuan bahasa di seluruh
dunia terancam akan punah. Dilansir dari laman UNESCO, setengah dari 6.000
bahasa yang ada di dunia saat ini akan punah jika kita tidak melalukan upaya
pelestarian. Menurut UNESCO, dengan hilangnya bahasa tertulis yang tidak
terdokumentasi dengan baik, kemanusiaan akan kekayaan budaya dan pengetahuan
leluhur penting yang tertanam, khususnya dalam bahasa pribumi.
Di wilayah Indonesia sendiri, menurut catatan yang
dipublikasikan UNESCO, 56 bahasa berstatus vulnerable
(rentan punah), 30 bahasa berstatus definitely
endangered (pasti terancam punah), 19 bahasa berstatus severely endangered (sangat terancam punah), 30 bahasa berstatus critically endangered (kritis akan
punah), dan 10 bahasa berstatus extinct
(punah). Bahasa-bahasa pribumi—baik yang sudah punah maupun yang terancam
punah—ini mayoritas terjadi di daerah Indonesia Timur.
Bahasa-bahasa itu antara lain Alune (Maluku) yang berstatus vulnerable, Erokwanas (Papua) yang
berstatus vulnerable, Budong-budong
(Sulawesi) yang berstatus critically
endangered, serta Hukumina (Pulau Buru, Maluku) yang berstatus extinc.
Tak hanya pendokumentasian bahasa dalam bentuk tulis dan
digital yang baik dan terencana, penggunaan bahasa pribumi sebagai pelajaran
tambahan di sekolah-sekolah juga dapat ikut melestarikan bahasa daerah yang
nyaris punah. Tentunya peran pemerintah dan masyarakat dapat memperlambat
bahkan mencegah laju kepunahan bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar